PLN Mengajukan Tujuh Poin dalam RUU Ketenagalistrikan, Termasuk Ekspor Listrik

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

PT PLN (Persero) telah mengajukan tujuh poin utama dalam RUU Ketenagalistrikan saat ini dibahas oleh Komisi XII DPR RI untuk merevisi Undang-Undang No. 30 Tahun 2009. Yusuf Didi Setiarto, Direktur Legal dan Manajemen Human Capital PLN, menekankan bahwa satu dari tujuh poin tersebut berfokus pada penugasan BUMN ketenagalistrikan dalam melaksanakan public service obligation (PSO). Di bawah Undang-Undang BUMN No. 1 Tahun 2025, PLN harus memiliki klasifikasi yang jelas sebagai pelaksana PSO, apakah untuk rakyat tertentu atau semua konsumennya. Dengan demikian, kejelasan terkait status subsidi dan kompensasi menjadi penting untuk memastikan keseimbangan keuangan terhadap PLN.

Dalam diskusi dengan Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Didi menyoroti bahwa struktur hukum PLN telah berubah sejak adanya Undang-Undang BUMN baru. Perubahan ini memerlukan penyesuaian agar PLN tetap dapat menjalankan mandatnya dengan efektif. “Kini, kita tidak lagi berada dalam satu rumah pengelolaan keuangan negara seperti sebelum ini,” katanya. Oleh karena itu, klarifikasi mengenai keuangan, seperti apakah PLN beroperasi dalam rezim subsidi atau kompensasi, diperlukan untuk menjaga kestabilan keuangan perusahaan.

Selain itu, PLN juga mengusulkan dua poin lain yang signifikan. Poin kedua berkaitan dengan jual beli listrik lintas negara, karena Indonesia sebagai bagian dari ASEAN Power Grid. Didi menekankan bahwa strategi yang dibutuhkan adalah konsolidasi kekuatan nasional melalui BUMN agar Indonesia tidak terlalu tergantung pada pasar negara lain. Contohnya, saat ini Indonesia mengekspor gas ke Singapura melalui Pertamina. Didi menjelaskan bahwa jika transaksi tersebut terjadi secara individu, Indonesia akan tergantung atas aturan pasar Singapura. Oleh karena itu, ia mendukung pendekatan G2G (Government to Government) agar Indonesia memiliki kendali lebih besar dalam perdagangan listrik lintas negara.

Poin ketiga berhubungan dengan wilayah usaha (wilus) yang harus terus dikembangkan dan tidak ditinggalkan. Didi menyoroti bahwa beberapa wilayah belum dapat dilayani oleh PLN, sehingga perlu adanya tindakan untuk memastikan pelayanan listrik merata. Selain itu, PLN juga mengusulkan penggunaan teknologi rendah emisi, seperti boiler superfisial dan ultra-superfisial, co-firing biomassa, dan gasifikasi batu bara, serta sistem penangkapan karbon (CCS/CCUS). Pendanaan untuk menjamin ketersediaan listrik dan pengutamaan sumber energi primer seperti gas, batu bara, dan biomassa juga menjadi poin penting dalam usulan PLN.

Usulan keenam dan ketujuh berfokus pada energi baru dan terbarukan (EBT) serta energi nuklir. PLN berharap bahwa UU Ketenagalistrikan baru akan mendorong pengembangan energi terbarukan, termasuk PLTN, yang dianggap lebih murah dan ramah lingkungan. Didi menyimpulkan bahwa keberpihakan yang jelas terhadap energi primer di Indonesia dalam UU Ketenagalistrikan akan memastikan kebijakan yang konsisten dan berkelanjutan.

Energi adalah sumber daya vital bagi perkembangan negara. Dengan adanya kejelasan dalam peraturan, PLN dapat menyempurnakan pelayanan listrik kepada masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui optimasi energi terbarukan. Investasi dalam teknologi ramah lingkungan dan konsolidasi pasar listrik lintas negara akan memastikan Indonesia tetap kuat dalam sektor ketenagalistrikan. Mari dukung upaya ini untuk mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan berkelanjutan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan