Menag Mendorong Pengembangan Ekoteologi untuk Kurikulum Berbasis Cinta Lingkungan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Agama saat ini, Nasaruddin Umar, telah membocorkan rencananya untuk menyempurnakan pemahaman tentang Tuhan melalui konsep baru, yakni ekoteologi.瞬temen Inhibitor, Kementerian Agama juga berusaha untuk mengintegrasikan kurikulum cinta dalam pendidikan agama.

Hal ini diungkapkan Langsung Nasaruddin sendiri dalam acara “Demi Indonesia Wujudkan Asta Cita” yang berlangsung di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2026). Ia menyampaikan bahwa pengembangan ekoteologi merupakan langkah fundamental bagi masyarakat Indonesia.

“Ekoteologi? Kata eko menyangkut masalah lingkungan bumi, teologi yang melibatkan hubungan Tuhan dengan cipta-Nya. Kita berusaha menciptakan konsep teologi baru khusus untuk masyarakat Indonesia,” ujar Nasaruddin.

Dalam pembicarannya, Nasaruddin merujuk pada teori sosiolog Jerman, Max Weber, yang menekankan pentingnya perubahan sistem etos dan logos dalam mengubah perilaku masyarakat. “Sesuai kata Max Weber, ahli sosiologi agama, kita tidak bisa mengubah perilaku masyarakat tanpa merubah sistem etos dan logos. Logos itu adalah interpretasi dari etiologi, sehingga perubahan teologi akan berpengaruh pada sistem logos masyarakat,” katanya.

Nasaruddin juga mengkritik sistem teologi saat ini yang menurutnya terlalu “maskulin”. Ia berharap teologi di Indonesia menjadi lebih fokus pada keadilan sosial, keindahan, kelembutan, dan empati, yang ia sebut sebagai “teologi feminin”. “Semua agama memiliki Tuhan yang feminin, tidak ada agama yang memiliki Tuhan maskulin. Semua kitab suci pun sesuatu yang feminin, semua nabi juga. Meskipun demikian, anehnya umat-umatnya begitu maskulin. Mereka selalu ingin menggunakan kekerasan, menghancurkan, dan berperang, padahal Tuhan itu sangat penuh kasih,” jelas Nasaruddin.

Transformasi dari teologi “struggle” (perjuangan) ke teologi “naturing” (penunangan) merupakan tantangan besar yang akan dikembangkan, salah satunya melalui kurikulum cinta.

Mengenai kurikulum cinta ini, Nasaruddin mengkritik guru agama yang sering mengajarkan kebencian terhadap agama lain. “Kurikulum cinta diperlukan karena banyak guru agama mengajarkan kebencian terhadap agama lain, dan lebih menekankan perbedaan antara agama. Ini sangat berbahaya, karena Indonesia adalah negara plural. Kita harus lebih menekankan persamaan, bukan perbedaan,” katanya.

Nasaruddin berharap dengan diterapkannya kurikulum cinta, intoleransi dan deradikalisasi tidak lagi menjadi isu. Ia juga menginginkan harmonisasi antara manusia, alam, dan Tuhan. “Kita ingin menciptakan generasi yang penuh cinta, tanpa batasan agama atau budaya. Meski demikian, tidak berarti semua agama akan padu, tetapi sekurang-kurangnya tidak lagU berkembang menyalahgunakan perbedaan agama.

Acara “Demi Indonesia” ini didukung oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., MIND ID, PT Pertamina (Persero), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Membangun generasi masa depan yang lebih harmonis dan penuh cinta bukan hanya tentang perubahan sistem pendidikan, tetapi juga transformasi paradigma teologi yang lebih dimanusiakan dan inklusif. Dengan memperkenalkan ekoteologi dan kurikulum cinta, kementerian agama berharap bisa melahirkan generasi yang lebih empati, toleran, dan sadar lingkungan, yang dapat menjaga keberagaman secara konstruktif.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan