Kematian Balita Sukabumi Disebabkan Oleh Kecacingan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganggap tragedi balita yang meninggal karena cacingan di Sukabumi sebagai pemberitahuan penting tentang pentingnya tindakan promotif dan preventif dalam kesehatan anak. Pengajaran tentang pola hidup bersih dan sehat (PHBS) serta akses ke pelayanan kesehatan dasar dianggap vital untuk menghindari insiden serupa di masa depan.

Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Ketua Umum IDAI, menyatakan bahwa masalah kecacingan tidak hanya terkait dengan aspek medis, tetapi juga dengan faktor sosial. “Soal kecacingan, kita tidak bisa memandangnya hanya dari sudut penyakit. Ini juga masalah sosial,” ujarnya di Jakarta, pada 22 Agustus 2025.

IDAI telah meluncurkan program Pediatrician Social Responsibility, di mana seorang dokter anak menjadi sukarelawan untuk mendampingi dua puskesmas. Menurut Piprim, pendekatan ini perlu diperluas ke tenaga kesehatan dan kader agar edukasi PHBS berjalan dengan maksimal. Dia memberikan contoh praktis seperti membiasakan cara mencuci tangan yang benar, memberikan obat cacing secara rutin setiap enam bulan, dan pengawasan kader untuk memastikan program berjalan dengan baik.

“Jika pemberian obat diawasi dengan baik dan ada balita yang tidak datang, maka kader bisa langsung mendatangi mereka, sehingga pencegahan dapat dioptimalkan,” jelasnya.

Selain itu, program Bina Keluarga Balita (BKB) perlu dihidupkan kembali sebagai upaya pencegahan. Piprim menekankan bahwa pembangunan kesehatan harus dimulai dari pemberdayaan masyarakat, termasuk edukasi dan pengobatan preventif, bukan hanya bergantung pada fasilitas medis modern dan mahal.

Sebelumnya, seorang balita bernama Raya dibawa ke RSUD Syamsudin, Sukabumi, pada 13 Juli 2025 dalam kondisi kritis. Selama perawatan, cacing ditemukan keluar dari hidungnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan Raya terkena ascariasis, yaitu infeksi akibat cacing gelang (Ascaris lumbricoides).

Ibu Raya mengalami masalah mental, sehingga kesulitan mengasuh anak, sementara ayahnya menderita tuberkulosis (TB). Selain itu, keluarga tidak memiliki BPJS Kesehatan, sehingga sulit mengakses pelayanan medis. Raya menghela napas terakhir pada 22 Juli 2025. Menanggapi kasus ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberlakukan sanksi administratif terhadap Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi, dengan menghentikan sementara pencairan dana desa karena dianggap lalai dalam menjalankan tanggung jawab.

Peningkatan kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan akses kesehatan dasar adalah kunci untuk mencegah tragedi serupa. Kerjasama antara dokter, kader, dan pemerintah perlu dioptimalkan agar anak-anak terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah. Investasi pada pendidikan kesehatan dan dukungan sosial akan memberikan dampak jangka panjang bagi generasi mendatang, mengurangi beban penyakit dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan