Jaksa Membuka Chat Mesra ANS Kosasih, Meminta Mantan Pacar Menyetorkan Rp 130 Juta ke Bank

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pada sidang kasus korupsi investasi fiktif yang dihadiri oleh jaksa, seorang woman bernama Theresia Meila Yunita dijadikan saksi oleh pihak penuntut. Dalam prosesi pemantapan bukti, jaksa membuka chat pribadi antara Theresia dan mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih (ANS Kosasih). Persidangan ini berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (25/8/2025), dengan kosasih dan Ekiawan Heri Primaryanto duduk sebagai terdakwa.

Dalam sesi persidangan, jaksa membacakan turun-temurun chat dari 11 Juni 2020. Chat tersebut memuat permohonan Theresia kepada Kosasih, “Aduh sorry sayang kalau perlunya pagi banget, ambil saja dari kantong hijau atau besok pagi aku ganti yang lebih bagus uangnya ya, sorry.” Jaksa meminta Theresia mengingat pesan tersebut, namun ia menjawab tidak ingat. Jaksa kemudian menjelaskan bahwa chat ini menunjukkan permintaan uang tunai dari Theresia kepada Kosasih.

Ditanya apakah ada uang yang disimpan di rumahnya untuk kosasih, Theresia menjawab tidak ada. ia juga membantah penjelasan dari jaksa mengenai “kantong hijau” dalam percakapan tersebut. Theresia mengaku tidak pernah melihat atau mengelola uang yang disimpan di kantong hijau itu.

Jaksa kemudian membacakan chat lain dari 15 Juni 2020, yang berisi permintaan Kosasih kepada Theresia untuk mengamankan amplop coklat berisi Rp 10 juta untuk pembayaran pajak mobil. Theresia menjelaskan bahwa ia hanya membantunya saat berada di bank dan tidak tahu maksud sebenarnya dari chat tersebut. Ia tidak juga mengingat rincian transaksi tersebut.

Satu lagi chat yang dibacakan oleh jaksa adalah dari 14 Juni 2020, yang meminta Theresia untuk setor uang tunai dengan peringatan untuk hati-hati karena jumlahnya besar. Theresia kembali mengaku tidak ingat tentang chat tersebut. Ia menjelaskan bahwa jika ada pekerjaan keuangan yang dia lakukan, biasanya berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari seperti pembayaran apartemen.

Dalam pertanyaan selanjutnya, Theresia membantah penerimaan uang senilai Rp 130 juta dari Kosasih. Ia mengaku saat itu belum berpacaran dengan terdakwa, dan uang tersebut hanya tertulis saja, tanpa kenyataannya. Theresia juga menjelaskan bahwa Kosasih pernah meminta informasi mengenai properti di sekitar rumahnya dan menanyakan preferensi tanah tertentu, namun tidak ada transaksi yang dilakukan.

Jaksa kemudian membahas dakwaan utama terhadap Kosasih. Menurut jaksa, Kosasih terlibat dalam kesalahan investasi reksa dana I-Next G2 dari portofolio PT Taspen, yang tidak didukung oleh analisis investasi yang memadai. Perbuatan tersebut dilakukan bersama Ekiawan Heri Primaryanto dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1 triliun. Jaksa juga menyebutkan kosmasi memperkaya dirinya sendiri dengan berbagai mata uang dan korporasi terlibat dalam skema korupsi ini.

Investasi yang dilakukan Kosasih dan Ekiawan dinilai tidak profesional dan melanggar peraturan. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Data riset terbaru menggambarkan ketidakprofesionalan dalam pengelolaan keuangan oleh pejabat publik seringkali menjadi titik awal kerusakan etika. Studi menunjukkan bahwa transparansi dan audit yang ketat dapat mencegah kasus-kekasus serupa, terutama pada sektor keuangan publik.

Analisis unik dan simplifikasi: Kasus korupsi ini memperlihatkan betapa pentingnya pemantauan ketat pada transaksi keuangan, terutama dalam investasi yang melibatkan dana publik. Kejanggalan dalam chat yang dibacakan menunjukkan adanya prasangka untuk menyembunyikan alasan sebenarnya dari transaksi tersebut.

Kasus ini juga mengungkap adanya praktik pemindahan kekayaan dari orang yang berwenang kepada orang tertentu, yang biasanya sulit untuk ditelusuri tanpa bukti yang kokoh. Pentingnya bukti digital pada zaman modern tidak dapat diabaikan, karena data chat dan rekening bank dapat menjadi alat paling penting dalam penyelidikan korupsi.

Penting bagi masyarakat untuk selalu mengawasi pemilihan pejabat publik dan upaya mereka dalam menjalankan wewenang. Setiap warga memiliki peran untuk memastikan bahwa dana negara digunakan dengan bijak dan tidak hanya menjadi alasan untuk kepentingan pribadi.

Sebuah kasus korupsi seperti ini memberikan pelajaran yang berharga: integritas dan transparansi adalah kunci untuk membangun sistem yang adil. Jangan pernah menghiraukan tanda-tanda kecurangan, kareana setiap tindakan kecil dapat menjadi awal dari kerusakan yang besar.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan