Eks Istri Sebut Kosasih Tak Pernah Terbuka soal Sumber Penghasilan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Rina Lauwy, mantan istri Antonius Nicholas Stephanus Kosasih lalu dikenalkan sebagai saksi dalam permasalahan dugaan investasi palsu. Ia berbagi wawasannya tentang keengganan Kosasih untuk membahas asal uangnya.

Awalnya, Rina mengakui pernah ditawarkan uang asing oleh seseorang pada bulan Agustus 2020 atas permintaan Kosasih. Namun, ia menolak karena merasa ada makna tersembunyi di balik ajakan tersebut.

“Pada BAP nomor 10, ada kemungkinan pesan tersembunyi yang kami deteksi. Ibu juga merasa hal yang sama, bukan?” tanya jaksa saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (25/8/2025).

Rina menjawab dengan pengakuan. “Ya,” ujarnya.

Jaksa meminta penjelasan lebih lanjut. “Kenapa ibu merasa ada pesan tersembunyi dalam keinginan itu? Apa maksud Pak Kosasih?”

Rina menjelaskan, “Karena Pak Kosasih tidak bersikap jujur, dan menurut saya, uang seperti itu tidak bisa berasal dari pekerjaan biasa.”

Hubungan mereka dimulai tahun 2013 dan berakhir dengan perceraian pada 2023. Sejak awal pernikahan, Kosasih tidak pernah membagikan informasi tentang sumber penghasilannya.

“Bolehkah kami bertanya, sejak 2013, apakah Pak Kosasih pernah secara terbuka mendiskusikan asal usul uangnya dengan ibu?” tanya jaksa.

“Pernah,” jawab Rina. “Tetapi jawabannya selalu ambigu, seperti ‘tidak tahu’ atau tidak spesifik.”

Rina mengaku pernah bertanya tentang sumber penghasilan suaminya, tetapi tidak pernah mendapatkan jawaban jelas. “Tidak ada jawaban yang spesifik.nya.”

Sementara itu, Kosasih pernah didakwa merugikan negara sebesar Rp 1 triliun karena dugaan investasi palsu. Jaksa percaya Kosasih turut menguntungkan diri dari kasus ini.

Kasus ini juga melibatkan Ekiawan Heri Primaryanto. Pengadilan memberitahu Ekiawan telah membiayai kerugian keuangan negara Rp 1 triliun.

Jaksa menjelaskan bahwa Kosasih dan Ekiawan melakukan investasi reksa dana I-Next G2 tanpa analisis yang memadai. Investasi ini dilakukan tanpa dukungan analisis keuangan, mengakibatkan kerugian PT Taspen.

Kedua terpidana juga dinyatakan salah dalam menyetujui kebijakan investasi yang tidak profesional. Hal ini menyebabkan kosasih memperoleh keuntungan sebesar Rp 28,455,791,623, serta uang asing dalam berbagai mata uang seperti USD, SGD, euro, baht, pound sterling, yen, dan won.

Selain itu, Jaksa menuduh perbuatan tersebut juga memberikan keuntungan bagi Ekiawan sebesar USD 242.390 dan Patar Sitanggang sebesar Rp 200 juta. Beberapa perusahaan juga diperkaya, termasuk PT IMM, PT KB Valbury Sekuritas Indonesia, PT Pacific Sekuritas Indonesia, PT Sinar Emas Sekuritas, dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF).

Kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Keputusan ini mengingatkan kita betapa pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan, terutama dalam sektor publik. Kasus ini menyoroti risiko korupsi yang dapat timbul ketika proses investasi tidak diawasi dengan baik. Dalam kehidupan sehari-hari, keterbukaan dalam urusan keuangan tidak hanya voix kan menurunkan risiko hukum, tetapi juga mendukung kepercayaan dan kerjasama yang lebih baik.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan