Kemnaker Siapkan Langkah Terbaru untuk Mempercepat Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menekankan bahwa pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa hubungan industrial serta transformasi ekosistem ketenagakerjaan menjadi langkah kunci untuk memperkuat daya saing dan meningkatkan produktivitas di negara ini. Menurutnya, sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Indonesia masih mengalami berbagai kendala, seperti komunikasi yang kurang efektif di tingkat perusahaan, kekurangan mediator, serta peran Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama yang belum optimal.

Perkembangan ini diungkapkannya saat acara Penguatan Teknik Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada BUMN/BUMD serta Peningkatan Sistem Pengupahan Berbasis Produktivitas di Perusahaan, yang diadakan di Bandung, Jawa Barat, pada hari Jumat (22 Agustus).

Yassierli menambahkan bahwa saat ini jumlah mediator hubungan industrial hanya mencapai 1.064 orang, padahal mereka harus menangani potensi sengketa dari jutaan perusahaan dengan lebih dari 150 juta tenaga kerja. Hal ini membutuhkan peningkatan kapasitas, integritas, dan profesionalisme mediator, ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (23 Agustus 2025).

Selain itu, ia juga memperingatkan bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia masih berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya. Jika tidak bertambah cepat, Indonesia berpotensi terlewati Vietnam dalam waktu tiga tahun ke depan.

Sebagai tanggapan, Kementerian Ketenagakerjaan sedang merumuskan kerangka kerja (framework) maturitas hubungan industrial transformatif yang mendorong pengusaha dan pekerja untuk membangun visi bersama (shared vision), bukan hanya hubungan industrial yang bertumpu pada kepatuhan normatif.

“Hubungan industrial yang transformatif timbul dari komitmen bersama antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Ini menjadi inti ketenagakerjaan Indonesia yang adil dan inklusif, menuju Indonesia Emas 2045,” kata Yassierli.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-JSK) Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut diadakan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, mediator, dan serikat pekerja dalam merencanakan sistem pengupahan yang dapat diukur, transparan, serta membangun hubungan industrial yang harmonis.

Menurutnya, keberhasilan hubungan industrial tidak hanya bergantung pada regulasi, tetapi juga pada komitmen semua pihak untuk menerapkan praktik terbaik. “Kerjasama tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja merupakan dasar penting untuk menciptakan ekosistem kerja yang kondusif, produktif, dan adil,” penutupnya.

Data Riset Terbaru:

Sektor tenaga kerja di Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam meningkatkan produktivitas. Laporan dunia perбурuhann tahunan menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN tetangga telah melampaui Indonesia dalam hal produktivitas kerja. Hal ini memungkinkan untuk meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Dengan pembangunan sistem pengupahan berbasis produktivitas, perusahaan dapat lebih kompetitif di pasar global.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Untuk merampungkan produk industrielle, diperlukan kolaborasi yang koheren antara semua pihak. Hal ini tidak hanya berdampak pada peningkatan produktivitas, tapi juga memperkuat stabilitas ekonomi. Implementasi sistem pengupahan yang transparan dan terukur dapat mengurangi sengketa dan meningkatkan kepercayaan di antara para pemangku kepentingan.

Kesimpulan:

Mendorong transformasi hubungan industrial bukan hanya tentang penyelesaian sengketa, tetapi juga membangun kepercayaan dan kerjasama yang kuat di antara semua pihak. Dengan komitmen bersama, Indonesia bisa mencapai visi Indonesia Emas 2045 dan mengukir nama sebagai pusat industri yang unggul di Asia Tenggara.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan