Kritik Waka Komisi II DPR terhadap Kenaikan PBB hingga 800% di Parepare

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Kota Parepare, Sulawesi Selatan, telah menghentikan kegiatan penagihan pajak bumi dan bangunan (PBB) setelah terjadi kenaikan yang sangat tajam, mencapai 800%. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyerukan agar pelaksanaan pajak tersebut dipertimbangkan dengan adil, terutama bagi warga dengan kemampuan ekonomi terbatas seperti buruh, petani, nelayan, pensiunan, dan guru.

Dede menekankan bahwa prinsip keadilan harus diutamakan. “Kesempatan juga harus diberikan kepada masyarakat yang memiliki daya beli yang rendah,” katanya kepada para wartawan, pada hari Jumat tanggal 22 Agustus 2025. Pemerintah daerah juga diharapkan dapat mengembangkan pendapatan lainnya melalui investasi dan kerja sama dengan pihak ketiga.

Menurut Dede, kenaikan PBB sebagaimana yang telah dilakukan oleh Pemkot Parepare harus ditunda. “Proses pengenaan pajak baru perlu melalui sosialisasi yang baik, komunikasi yang jelas, serta diskusi dengan masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat sebelum dilaksanakan. Pemerintah harus menyampaikan terlebih dahulu kondisi keuangan daerah dan rencana pengembangan yang ada,” tambahnya.

Sementara itu, Dede mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta Kementerian Dalam Negeri untuk mengeluarkan surat edaran terkait penundaan kenaikan pajak. “Surat edaran nomor 900 telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menginstruksikan daerah-daerah agar mengundurkan kenaikan pajak yang telah dilakukan,” ujarnya.

Di kota Parepare, warga keheranan dengan kenaikan tajam tagihan PBB pada tahun 2025. Sebagaimana diketahui, salah satu warganya, Yakorina, mengeluh karena PBB-nya meningkat lebih dari 453 persen. “Tahun lalu, saya membayar Rp 999.100, namun sekarang tagihannya mencapai Rp 5.529.000,” katanya seperti dilansir detikSulsel pada hari Selasa, 19 Agustus 2025.

Selain itu, Wakil Ketua DPRD Parepare, Muhammad Yusuf Lapanna, mengakui bahwa ada laporan dari warga terkait kenaikan PBB hingga 800 persen. Hal ini dibahas dalam rapat Badan Anggaran DPRD bersama Badan Keuangan Daerah (BKD) pada hari Selasa, 19 Agustus.

Respon dari Pemkot tidak lama menunggu. Wali Kota Parepare, Tasming Hamid, memutuskan untuk menunda penagihan PBB bagi warga yang mengalami kenaikan drastis. Penundaan ini terjadi setelah menerima beragam keluhan dari masyarakat. “Pemkot telah menunda penagihan PBB yang naik untuk sementara waktu sambil melakukan konsultasi dengan BPK RI,” ungkap Pj Sekda Parepare, Amarun Agung Hamka, kepada detikSulsel, pada hari Rabu, 20 Agustus.

Kenaikan PBB yang tidak seimbang dapat menjadi beban banyak masyarakat, terutama mereka dengan pendapatan terbatas. Penting bagi pemerintah daerah untuk mempertimbangkan dampak sosial dari kebijakan pajak dan menjaga keseimbangan antara pendapatan daerah dengan kesejahteraan rakyat.

Studi kasus di Parepare menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih transparan dan inklusif diperlukan dalam menetapkan pajak. Konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan sosialisasi yang baik dapat membantu memastikan kepastian dan dukungan dari masyarakat. Infrastruktur dan layanan publik perlu dijadikan prioritas dalam penggunaan pendapatan pajak untuk memastikan bahwa masyarakat merasakan manfaat langsung dari kenaikan pajak tersebut.

Pemerintah harus selalu mempertimbangkan dampak sosial dari setiap kebijakan yang dikeluarkan, terutama ketika melibatkan kenaikan pajak yang drastis. Pemkot Parepare harus segera menyelenggarakan diskusi dengan warga dan tokoh masyarakat untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan. Keberhasilan kebijakan pajak tergantung pada kepuasan dan kemampuan masyarakat untuk conjuntos.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan