Kepala Keluarga di Pantai Timur Pangandaran Ancam Terancam Oleh Keramba Jaring Apung

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Rencana penempatan Keramba Jaring Apung (KJA) di Pantai Timur Pangandaran telah menimbulkan protes dari para pelaku usaha wisata dan nelayan setempat. Mereka percaya adanya KJA milik swasta di wilayah tersebut akan menimbulkan dampak negatif signifikan bagi masyarakat lokal.

Sebagai contoh, Forum Komunikasi Para Pelaku Wisata Pangandaran (FKP2WP) mengungkapkan bahwa ribuan keluarga bergantung pada sektor wisata dan perikanan tradisional di kawasan Pantai Timur Pangandaran untuk subsistensi sehari-hari. Iwan Sofa, ketua FKP2WP, mengkuatkan bahwa sekitar 1.040 kepala keluarga memanfaatkan kegiatan wisata air dan jalur perahu nelayan untuk menghasilkan penghasilan. Pihaknya juga menyatakan komitmen untuk terus menolak KJA di lokasi tersebut. Iwan menegaskan, “Dari sudut pandang moral dan hati nurani, kami tidak akan tenang melihat ini terjadi.”

Namun, meskipun belum mulai beroperasi, beberapa unit KJA sudah terlihat dipasang di area tersebut. Iwan menambahkan bahwa lokasi itu sejak lama menjadi titik utama aktivitas wisata air dan jalur utama bagi perahu nelayan tradisional. Jika KJA tetap diizinkan beroperasi, dia menganggap akan menghambat kegiatan wisata dan memotong akses nelayan.

Pelaku usaha wisata lainnya, Sule, setuju dengan pendapat Iwan. Menurutnya, KJA tidak hanya mengacaukan kegiatan, tetapi juga berpotensi merenggut mata pencaharian para pelaku wisata kecil. Sule menjelaskan bahwa mayoritas pelaku usaha di sana menggunakan modal terbatas untuk mendukung keluarga. “Kami berjuang dengan apa ada untuk memenuhi kebutuhan keluarga dari kegiatan wisata air,” kata Sule. Jika KJA mendominasi kawasan, dia yakin akan meningkatkan tingkat pengangguran, bukan justru membuka peluang pekerjaan baru.

Sule juga mencatat bahwa banyak nelayan dan pelaku usaha lebih memilih beroperasi dekat dengan Cagar Alam karena kondisi ombak yang lebih aman di wilayah tersebut. Oleh karena itu, mereka berharap pemerintah dapat mendengarkan aspirasi masyarakat.

Pemerintah daerah di Pangandaran saat ini memang penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang menganggu. Selama ini, Pemerintah Kabupaten Pangandaran masih mengalami kesulitan dalam menentukan nasib piutang PBB-P2 sebesar Rp20,4 miliar, apakah harus dihapuskan atau tidak. Masalah lain yang terjadi adalah kelaikan Inspektorat Kabupaten Pangandaran yang dinilai lemah dalam menangani kasus penipuan tiket wisata palsu.

Begitu juga, terjadi insiden atap rumah lansia roboh karena hujan deras, yang justru mengungkap keadaan rumah yang sudah lapuk. Keadaan ini mengingatkan betapa pentingnya perhatian pemerintah terhadap kualitas infrastruktur di daerah.

Masyarakat Pangandaran kini memerlukan keputusan yang bijaksana dari pemerintah. Suara nelayan dan pelaku usaha wisata harus didengarkan dengan serius, bukan hanya sebagai suara minoritas. Keberadaan KJA di Pantai Timur harus ditelaah dengan matang, karena tidak hanya terkait dengan ekonomi lokal, tetapi juga dengan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pariwisata.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan