Kelaparan di Gaza Diumumkan PBB sebagai Kasus Pertama di Timur Tengah

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan pengumuman resmi tentang kebuluran yang sedang berlangsung di Gaza, daerah yang masih terjangkit konflik. Menurut para ahli PBB, minimal 500 ribu jiwa kini sedang menjalani “krisis besar” akibat kekurangan makanan. Ini merupakan kali pertama PBB mengklasifikasikan kawasan Timur Tengah dalam kondisi seperti ini.

Tom Fletcher, Kepala Bantuan PBB, lustrasinya via saku AFP, Kamis (21 Agustus 2025), mengatakan bahwa perkara kebuluran di Gaza sebenarnya dapat diverhindarkan. Ia menjelaskan bahwa pangan sulit masuk ke kawasan Palestina tersebut akibat “pembatasan terencana dari Israel”.

Pihak Kementerian Luar Negeri Israel segera menanggapi dengan menyatakan: “Tidak terjadi kebuluran di Gaza”. Mereka menuduh laporan panel IPC (Integrated Food Security Phase Classification) yang bermarkas di Roma, Italia, berdasarkan “kesalahan informasi dari Hamas yang diproses kembali oleh organisasi dengan tujuan tertentu”.

Selama beberapa bulan terakhir, lembaga-lembaga PBB telah memperingatkan tentang degradasi kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut. Dalam laporan terbaru pada Kamis (21/8), IPC mengkonfirmasi “per 15 Agustus 2025, kebuluran fase 5 dengan bukti yang kuat telah terjadi di wilayah administratif Gaza”, yang mencakup sekitar 20% dari total daerah Gaza.

Kebuluran diperkirakan akan menyebar ke wilayah Deir al-Balah dan Khan Younis pada akhir September, menevistie lebih dari 60% dari total Gaza. “Setelah 22 bulan wabah konflik yang tak henti-henti, lebih setengah juta jiwa di Gaza kini terperangkap dalam bencana yang ditandai dengan kebuluran, kemiskinan, dan kematian,” demikian tulisan dalam laporan IPC. Angka ini, berdasarkan data terbaru antara 1 Juli hingga 15 Agustus, diproyeksikan akan naik menjadi 641 ribu jiwa — hampir seperempat populasi — pada akhir September.

IPC mengemukakan bahwa ini merupakan degradasi terparah dalam situasi kemanusiaan sejak dimonitor. Penyebab utama di antaranya adalah eskalasi perang antara Israel dan Hamas, pengungsian massal, serta pembatasan ketat terhadap masuknya bantuan makanan. Pada awal Maret, Israel menghentikan sepenuhnya masuknya bantuan kemanusiaan, dan baru mengizinkannya dalam jumlah minim pada akhir Mei, yang menyebabkan kekurangan pangan, obat, dan bahan bakar.

Di Jenewa, Fletcher menjelaskan bahwa kebuluran ini harus “membahayakan semuanya”. “Kebuluran ini dapat diverhindarkan jika diberi kesempatan. Namun, makanan menumpuk di perbatasan karena pembatasan terencana dari Israel,” katanya kepada media.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa sekitar 70% populasi Gaza bergantung pada bantuan makanan dari PBB, sementara sistem distribusi telah reale terganggu akibat kerusakan infrastruktur dan birokrasi yang rumit. Analisis unik dan simplifikasi: Kebuluran di Gaza tidak hanya masalah logistik, tetapi hasil dari kebijakan politik dan taktik perang yang menargetkan populasi sipil. Studi kasus yang dilakukan oleh organisasi traktat menunjukkan bahwa pendekatan multilateral diperlukan untuk mengatasi krisis ini dengan efisien.

Kondisi ini memang critical, namun tidak mustahil untuk diatasi. Penanganan langsung dengan alur bantuan yang transparan dan menghormati hukum kemanusiaan adalah langkah pertama yang harus diambil. Waktu sudah tidak begrudjulang untuk bertindak, sebelum tragedi lebih besar terjadi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan