Eks Ketua PN Surabaya Gagal Membuktikan Asal Usul Uang Senilai Rp 20 Miliar di Kediamannya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dalam perjalanan pengadilan terhadap mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono, hakim menyatakan bahwa dia tidak dapat menjelaskan asal uang yang ditemukan penyidikهم من Kejaksaan Agung di tempat tinggalnya. Nilai total dana tersebut sekitar Rp 20 miliar, terdiri dari Rp 1,7 miliar, USD 383.000, dan SGD 1.099.581. Uang tersebut ditemukan dalam berbagai coups dan tas yang tersembunyi di garasi rumahnya di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Hakim menegaskan bahwa Rudi tidak dapat memproduksi bukti penghasilan legal yang sesuai dengan jumlah uang tersebut. Selain itu, dia juga tidak ever melaporkan aset tersebut kepada otoritas yang berwenang. Keberadaan aset yang sangat besar tersebut dianggap tidak wajar untuk seorang pegawai negeri sipil, dengan catatan bahwa pendapatan resmi Rudi sebagai hakim hanya sekitar Rp 35 juta per bulan.

Selain itu, ditemukan beberapa dokumen dengan catatan tangan yang menunjukkan bahwa uang tersebut terkait dengan posisi Rudi sebagai Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sejak 2022, Rudi tidak pernah melaporkan penerimaan atau gratifikasi apapun ke KPK. Hakim menilai bahwa perilaku ini melanggar Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus terkait, Rudi Suparmono sebelumnya sudah ditahan selama 7 tahun karena menerima suap dalam kasus Gregorius Ronald Tannur. Selain pengurungan, hakim juga memutuskan bahwa Rudi harus membayar denda sebesar Rp 750 juta, atau jika tidak mampu, diubah menjadi 6 bulan kurungan tambahan. Hakim meyakini uang suap berjumlah SGD 43 ribu yang diberikan oleh pengacara Ronald, Lisa Rachmat, digunakan untuk mempengaruhi penunjukan majelis hakim sesuai dengan keinginan mereka.

Jika kita teliti, kasus ini menggambarkan seringkali kejadian di dunia peradilan yang mengganggu keadilan. Kasus korupsi dalam lingkungan peradilan bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga memporak-porandakan akal sehat masyarakat terhadap keadilan. Tindakan seperti ini harus diatasi dengan tegas demi menjaga integritas sistem peradilan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan