"DPR Pertanyakan Kinerja KAI: Utang Kereta Cepat Menimbulkan Defisit Meski Harus Bisa Untung"

dimas

By dimas

Komisi VI DPR RI telah menggelar rapat dengan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk membahas masalah kerugian yang dialami oleh konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Dalam pertemuan tersebut, DPR menegaskan bahwa KAI seharusnya mampu meraih keuntungan yang lebih besar jika tidak terpengaruh oleh utang yang dimiliki oleh KCIC.

Ketua Komisi VI, Anggia Ermarini, meminta KAI untuk segera menyelesaikan masalah utang KCIC. “Aktualnya, KAI memiliki potensi untuk menghasilkan laba,” ujarnya. “Namun, karena adanya Whoosh (KCIC), akhirnya terjadi defisit. Ini seharusnya diurus dengan baik, termasuk undangan kepadanya (Direktur Utama anak perusahaan) dalam rapat.”

Anggota Komisi VI, Hasani Bin Zuber, mengungkapkan bahwa kerugian KCIC pada semester pertama tahun 2025 mencapai Rp 1,6 triliun, sementara pada tahun 2024 kerugian masih lebih besar, yaitu Rp 2,69 triliun. Ia juga menanyakan langkah-langkah yang akan diambil oleh KAI untuk mengurangi kerugian operasional Whoosh di masa mendatang.

Darmadi Durianto, juga anggota Komisi VI, menjelaskan bahwa KAI memegang saham mayoritas di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yang merupakan bagian dari konsorsium KCIC. Ia memperkirakan bahwa beban keuangan dari kerugian KCIC pada tahun 2025 bisa mencapai lebih dari Rp 4 triliun, dengan hanya dalam semester pertama sudah mencapai Rp 1,6 triliun.

Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI lainnya, menyampaikan bahwa KAI telah menyuntikkan modal ke PSBI sebesar Rp 7,7 triliun sepanjang tahun 2025. Ia juga mengusulkan agar Pemerintah mengambil alih proyek KCIC agar tidak terus membebani KAI, yang merupakan BUMN dengan tugas di sektor pelayanan publik.

Andre Rosiade, Wakil Ketua Komisi VI, meminta KAI untuk berkoordinasi dengan Danantara dalam penyelesaian persoalan KCIC, karena Danantara telah menyusun solusi dalam RKAP 2025.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, berkomitmen untuk memahami semua permasalahan KCIC dalam waktu satu minggu. Ia juga berjanji akan bekerja sama dengan Danantara untuk menyelesaikan masalah keuangan KCIC.

Dari sini, terlihat bahwa proyek Whoosh tidak hanya merupakan tantangan teknis, tetapi juga permasalahan keuangan yang memerlukan solusi yang cepat dan efektif. Pendekatan kolaboratif antara KAI, Pemerintah, dan badan usaha lain menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini dan memastikan kelancaran pelayanan transportasi di Indonesia.

KAI yang telah menunjukkan keberhasilan dalam pelayanan transportasi harus menerima dukungan yang tepat agar dapat berfokus pada tugas utama, sementara proyek strategis nasional seperti Whoosh dipecahkan dengan pendekatan yang terstruktur. Dengan kerja sama yang baik, masa depan transportasi cepat di Indonesia bisa lebih terjamin dan berdampak positif pada masyarakat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan