Akibat bebasnya Thaksin Shinawatra dari dakwaan menghina raja di Thailand

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Thaksin Shinawatra telah bebas dari tuduhan tersebut setelah pengadilan memutuskan untuk membebaskan mantan Perdana Menteri Thailand tersebut dari dakwaan pencemaran nama baik terhadap monarki. Keputusan ini membawa dampak signifikan bagi kelanjutan pengaruh politik keluarga Shinawatra, yang selama dua puluh tahun terakhir telah menjadi figur dominan dalam politik negara ini.

Seperti dilaporkan oleh detik.com berbasis sumber berita AFP, putusan tersebut dilepaskan oleh pengadilan di Bangkok pada hari Jumat, 22 Agustus 2025. Thaksin, yang kini berusia 76 tahun, berada dalam resiko terkena hukuman penjara selama 15 tahun akibat tuduhan yang menuduhnya mencemarkan nama baik.

Pengadilan Bangkok kemudian mengaburkan tuduhan tersebut dengan alasan bahwa bukti yang disajikantidak cukup untuk membuktikan keterlibatan Thaksin dalam pelanggaran hukum lese-majeste, yang melarang kritikan terhadap Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dan anggota-anggota keluarganya.

Winyat Chatmontree, pengacara Thaksin, menegaskan putusan pengadilan dengan menyatakan bahwa bukti yang disajikan tidaklah memadai. Thaksin mengetahui putusannya dengan tersenyum ketika keluar dari gedung pengadilan. Namun, ia tidak memberikan keterangan lebih lanjut.

Namun, isu politik keluarga Shinawatra masih belum selesai. Putri Thaksin, Paetongtarn Shinawatra, yang saat ini menjabat sebagai Perdana Menteri, menghadapi permasalahan hukum sendiri. Dalam beberapa hari mendatang, keputusan pengadilan yang akan dilaporkan kemungkinan besar dapat mengakibatkan Paetongtarn dipecat dari posisi Perdana Menteri.

Kasus yang menjerat Thaksin bermula dari keterangan yang disampaikan di media Korea Selatan (Korsel) sepuluh tahun yang lalu. Dalam keterangan tersebut, Thaksin membahas kudeta militer yang terjadi pada 2014 yang melengserkan adiknya, Yingluck Shinawatra, dari posisi Perdana Menteri Thailand.

Detail dari pernyataan Thaksin tidak dapat diungkap karena undang-undang lese-majeste yang sangat ketat di Thailand. Kegagalan untuk mematuhi undang-undang ini dapat menimbulkan ancaman hukuman pidana.

Thaksin kembali ke Thailand pada Agustus 2023 setelah menghabiskan 15 tahun dalam pengasingan di luar negeri. Pengembaliannya ke Bangkok terjadi pada hari yang sama ketika Partai Pheu Thai, yang dipimpin oleh keluarganya, meraih kemenangan dalam pemilihan umum dan membentuk pemerintahan koalisi yang didukung juga oleh mantan lawan politik berorientasi konservatif.

Kembalinya Thaksin ke negeri kelahirannya menuai spekulasi tentang adanya perjanjian diam-diam. Tidak lama setelah tiba di Bangkok, Thaksin dijatuhi hukuman delapan tahun penjara karena tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan saat menjabat. Walaupun demikian, Thaksin tidak langsung dimasukkan ke penjara.

Bukannya di penjara, Thaksin dikirim ke ruang perawatan khusus di rumah sakit polisi, dengan alasan sedang mengalami masalah kesehatan. Tidak lama berselang, Raja Maha Vajiralongkorn meringankan hukuman Thaksin menjadi hanya satu tahun penjara. Kemudian, pada Februari 2024, Thaksin mendapatkan kebebasan sebagai bagian dari program pembebasan tahanan lanjut usia. Kasus penghinaan kerajaan ini merupakan salah satu dari beberapa kasus hukum yang menjerat Thaksin.

Dalam dunia politik Thailand, kritik terhadap monarki dipandang berat karena berpotensi menimbulkan gangguan pada stabilitas negara. Hal ini membuat permasalahan hukum yang melibatkan Thaksin menjadi isu yang harus dihadapi dengan hati-hati. Meskipun Thaksin sudah dibebaskan dari tuduhan, kependudukan politik keluarga Shinawatra di Thailand masih menghadapi banyak tantangan di masa depan.

Kejadian semacam ini menunjukkan bagaimana keputusan hukum dapat memiliki dampak besar pada keseluruhan dinamis politik. Keputusan pengadilan terhadap Thaksin tidak hanya berdampak pada diri pribadinya, namun juga pada posisi politiekekeluarganya. Pada saat yang sama, masyarakat harus tetap memantau perkembangan selanjutnya, karena isu politik Thailand belum tredapat titik akhir.

Pemberontakan terhadap undang-undang lese-majeste dan perselisihan politik dalam negeri menunjukkan bahwa Thailand perlu menemukan jalan menuju konsensus yang lebih harmonis. Keragaman pendapat dan kebebasan berekspresi harus diatur dengan bijak agar tidak menimbulkan pertikaian yang merusak. Thailand memiliki potensi yang tinggi dalam bermajulah, namun untuk mencapai stabilitas yang berkahir, setiap elemen masyarakat harus bekerja sama dalam mendukung peraturan yang adil dan demokratis.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan