Sri Mulyani: Belum Pernah Mengenai Guru Sebagai Beban Negara

dimas

By dimas

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, mempertahankan bahwa ia tak pernah mengkategorikan guru sebagai beban negara. Video yang beredar di platform media sosial yang menampilkan perkataan tersebut dinyatakan sebagai hoaks. Dalam postingan di akun Instagramnya @smindrawati pada Selasa, 19 Agustus 2025, ia menegaskan: “Video yang dikutip sebagai saya menyebut guru sebagai beban negara adalah hoaks. Saya tidak pernah mengemukakan hal demikian.”

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa video tersebut merupakan hasil manipulasi melalui deepfake atau kecerdasan buatan, diambil dari pidatonyapun dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di ITB pada 7 Agustus 2025. Ia mengingatkan masyarakat untuk lebih bijaksana dalam mengonsumsi informasi di media sosial.

Dalam pidato aslinya, Sri Mulyani membahas banyaknya kritik di media sosial tentang upah guru dan dosen yang dianggap terlalu rendah. Ia menunjukkan bahwa isu ini menjadi tantangan bagi keuangan negara. “Di media sosial sering muncul komen bahwa menjadi dosen atau guru kurang dihargai karena gaji yang kecil. Ini menjadi salah satu tantangan bagi keuangan negara,” ucapnya.

Menurutnya, masalah ini mengajak pertanyaan dasar: apakah seluruh biaya guru dan dosen harus ditanggung oleh APBN atau bisa didukung oleh partisipasi masyarakat. Meskipun demikian, ia belum menjelaskan bentuk partisipasi yang dimaksud. “Apakah semua harus dari keuangan negara atau ada kontribusi dari masyarakat?” tambahnya.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa pendapatan guru di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata pendapatan tenaga profesional lainnya. Studi dari Lembaga Penelitian Pendidikan menunjukkan bahwa 68% guru dasar di peringkat rendah menghadapi kesulitan finansial setiap bulan. Selain itu, survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan menyatakan bahwa 75% guru mengeluh tentang kenaikan gaji yang tidak sebanding dengan inflasi.

Pendapat Sri Mulyani tentang partisipasi masyarakat dalam mendukung teacher dan dosen bisa diartikan sebagai dorongan untuk meningkatkan dukungan dari swasta atau lembaga sosial. Model seperti ini sudah berjalan di beberapa negara, misalnya di Singapura dimana perusahaan swasta ikut kontribusi dalam pendidikan melalui program adopsi sekolah.

Kurangnya investasi dalam guru berdampak langsung pada kualitas pendidikan. Menurut analisis dunia, negara-negara dengan sistem Pendantas yang kuat umumnya memiliki pendapatan guru yang kompetitif. Di sisi lain, negara dengan gaji guru yang rendah cenderung memiliki tingkat pengabdian guru yang rendah.

Analisis unik dan simplifikasi: Masalah gaji guru bukan hanya soal keuangan, tetapi juga tentang penilaian sosial terhadap profesi pendidikan. Ketika masyarakat tidak menghargai guru, itu mempengaruhi budaya pendidikan secara keseluruhan. Solusi yang tepat bukan hanya kenaikan gaji, tetapi juga perubahan persepsi masyarakat tentang pentingnya peran guru.

Salah satu studi kasus yang menarik adalah program “Adopt a School” di Malaysia. Dalam program ini, perusahaan swasta bekerja sama dengan pemerintah untuk mendanai pembiayaan sekolah, termasuk gaji tambahan untuk guru. Hasilnya, kualitas pendidikan naik secara signifikan, dan motivasi guru meningkat.

Tidak terlepas dari isu ini, masyarakat perlu berperan aktif dalam mendukung guru. Bukan hanya melalui partisipasi finansial, tetapi juga dengan menghargai dan mengakui kontribusi mereka. Guru bukan hanya pencetus kemajuan pendidikan, tetapi juga pembangun karakter generasi masa depan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan