Ketua KAI Ungkap Masalah Hutang KCIC

dimas

By dimas

PT Kereta Api Indonesia (Persero), dikenal dengan singkatan KAI, telah memaparkan terkait dengan beban keuangan yang dihadapi dalam proyek pembangunan Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) untuk rute Jakarta-Bandung. Dalam proyek ini, KAI terlibat melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), di mana mereka memegang mayoritas kepemilikan saham sebanyak 58,53%.

Dalam konsorsium proyek ini, PT PSBI mengendalikan 60% saham, sementara sisanya, yakni 40%, dimiliki oleh perusahaan China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd. Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, menyatakan bahwa pihaknya akan mempelajari secara mendalam persoalan keuangan KCIC. Ia berjanji untuk memahami semua kendala dalam waktu satu minggu, termasuk masalah yang menimpa proyek KCIC yang disebut sebagai “bom waktu”.

Proyek KCIC telah mencatat kerugian sebesar Rp 1,6 triliun hanya dalam semester pertama tahun 2025. Total kerugian yang dialami oleh KAI pada paruh pertama tahun ini mencapai Rp 1,424 triliun, sementara pada semester pertama tahun 2024, kerugian mencapai Rp 2,377 triliun. Bobby Rasyidin juga mengungkapkan bahwa KAI akan berkoordinasi dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagera Nusantara (Danantara) untuk menyelesaikan persoalan keuangan KCIC.

Dalam rapat yang sama, anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menambahkan bahwa KAI merupakan pemegang saham mayoritas PT PSBI, yang terlibat dalam konsorsium KCIC. Ia mengingatkan bahwa beban keuangan dari kerugian KCIC bisa melampaui Rp 4 triliun pada tahun 2025. “Bapak (KAI) memegang saham PSBI sebesar 58% lebih. PSBI menguasai 60% (saham KCIC), sedangkan sisanya dari China 40%. Jika dihitung, beban kerugian KCIC pada 2025 bisa mencapai Rp 4 triliun lebih,” kata Darmadi. Ia juga mengingatkan bahwa jika tren ini terus berlanjut, utang KAI akan terus meningkat, bahkan laba dari usaha lainnya bisa terkubur akibat beban bunga dan kerugian yang besar.

Proyek ini memperoleh pinjaman dari China Development Bank (CDB) untuk menutupi cost overrun sebesar Rp 6,98 triliun. Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menyatakan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan berbagai solusi untuk mengatasi utang proyek ini, meskipun belum ada penjelasan lebih detail tentang langkah yang akan diambil. “Kereta cepat ini sedang kita pikirkan dan segera akan kita usulkan, tapi solusinya masih ada beberapa alternatif yang akan kita sampaikan kepada pemerintah,” ujar Dony.

Di tengah keberatan yang berkelanjutan, ada indikasi bahwa masalah keuangan proyek ini tidak hanya memengaruhi KAI, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas pada keuangan negara. Keputusan yang tepat dan segera diperlukan untuk mencegah kerugian lebih lanjut dan memastikan kemajuan proyek ini. Hanya dengan pelaksanaan strategi yang cerdas, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat menyelesaikan tantangan keuangan saat ini dan memberikan manfaat jangka panjang bagi pengembangan infrastruktur transportasi Indonesia.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan