Kemlu Melibatkan 3 KBRI dan 1 KJRI untuk Mengembalikan 9 WNI Terjebak di Mozambik

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah melibatkan beberapa perwakilan Indonesia di luar negeri untuk memfasilitasi pengembalian sembilan warga negara Indonesia (WNI) yang terjebak di kapal di Mozambik. Keberadaaan mereka di kapal Gas Falcon selama sepuluh bulan telah memicu upaya intensif dari pihak berwenang.

Kontak dengan pihak berwenang dicirikan oleh partisipasi KBRI Maputo, Roma, Dubai, dan London. Judha Nugraha, Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia, menjelaskan bahwa kegiatan koordinasi tersebut dilakukan agar kesulitan yang dialami sekitar sembilan awak kapal dapat segera tertanggapi. Kapal tersebut saat ini masih berlabuh di Pelabuhan Beira, Mozambik, karena dalam proses penggantian awak dan tidak bisa ditinggalkan berdasarkan peraturan keselamatan pelayaran.

Bantuan logistik telah diberikan oleh KBRI Maputo kepada awak kapal yang masih bertahan di Mozambik. Kasus ini juga telah diangkat dalam IMO ILO Seafarers Abandonment Cases sebagai bagian dari upaya multilateral. Sebelumnya, Indonesia berpartisipasi sebagai co-sponsor bersama Tiongkok dan Filipina untuk membuat IMO Guidelines tahun 2023, yang khusus diarahkan untuk menangani kasus-kasus penelantaran awak kapal.

Sembilan awak kapal, termasuk Jefrison Nainggolan, telah bekerja selama delapan bulan tanpa gaji dari pemilik kapal asal Italia. Mereka berangkat dari Jakarta pada Oktober 2024 dan sampai di Mozambik pada 24 Oktober 2024. Namun, setelah menyelesaikan tugas bongkar muatan, pihak otoritas maritim menahan dokumen dan ijazah mereka serta menahan pergerakan kapal tersebut karena disita oleh Mahkamah Maritim Sofala.

Dubes RI di Mozambik, Kartika Candra Negara, telah melaporkan kondisi awak yang terlantar. Para awak masih dalam kondisi fisik yang baik, meskipun mereka sudah tidak menerima gaji sejak Januari 2025. Kapal yang mereka gunakan berada sekitar empat mil dari Pelabuhan Beira, dan status disita oleh pihak berwajib membuat kapal tidak dapat beroperasi.

Dalam upaya ini, kemitraan antarnegara dan pelaksanaan peraturan internasional menjadi kunci untuk meresmikan solusi yang memuaskan. Upaya koordinasi inisiatif dari berbagai pihak menunjukkan kepedulian yang telah dilakukannya untuk memastikan keselamatan dan hak-hak para awak kapal, serta membantu keluarga mereka yang terpengaruh oleh kondisi finansial karena penyalahgunaan gaji.

Kasus ini mengingatkan kita tentang pentingnya perlindungan serius bagi para pelaut yang seringkali menjadi korban durhaka dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. hauts untuk semakin memperkuat sistem perjuangan dan perlindungan bagi mereka yang menjadi bagian dari industri maritim.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan