Prabowo Membaca Proklamasi Untuk Perayaan HUT RI, PDIP Sebarkan Tradisi Peranan Nasional

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Andreas Hugo Pareira, Ketua DPP PDIP, menjelaskan bahwa tidak ada aturan yang menghalangi Presiden Prabowo Subianto untuk menjadi inspektur upacara HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus pembaca teks proklamasi. Namun, Andreas mengingatkan akan keberadaan tradisi yang telah berlangsung lama dalam perayaan tersebut.

Menurut Andreas, selama ini telah ada sebuah kesepakatan tak tertulis yang menjadikan Ketua MPR, Ketua DPR, atau Ketua DPD sebagai pembaca teks proklamasi, sementara presiden biasanya bertindak sebagai inspektur upacara.

“Sejak lama, ada sebuah konvensi yang mengatur bahwa dalam setiap perayaan kemerdekaan, presiden sebagai inspektur upacara, sementara teks proklamasi dibacakan oleh salah satu ketua lembaga negara tinggi,” katanya.

Andreas juga menambahkan bahwa tradisi ini dapat berubah karena Kementerian Sekretaris Negara adalah pengatur acara peringatan HUT RI, dan kementerian tersebut merupakan pembantu presiden.

Menurutnya, kebiasaan pembagian peran dalam upacara peringatan kemerdekaan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun akan menjadi berbeda jika presiden sendiri yang membacakan teks. “Ini memang tidak biasa, karena biasanya ada pembagian peran jelas dalam upacara peringatan kemerdekaan, tapi jika presiden berniat untuk berperan berbeda, maka tradisi ini dapat diubah,” kata Andreas.

Presiden Prabowo Subianto menjadi presiden pertama yang membacakan teks proklamasi dalam peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Hal ini berbeda dengan periode 2004-2024, saat pembacaan teks proklamasi selalu dilakukan oleh Ketua MPR, DPR, atau DPD.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan bahwa Prabowo sebagai inspektur upacara memang biasanya membacakan teks proklamasi, tetapi kali ini menjadi yang pertama dalam sejarah HUT ke-80.

Studi terbaru dari lembaga survei nasional menunjukan bahwa sekitar 65% masyarakat Indonesia menyambut secara positif perubahan peran Presiden dalam pembacaan proklamasi, meskipun 35% lainnya merasa tradisi yang sudah ada harus tetap dipertahankan. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pergeseran peran ini dapat menjadi titik awal untuk pembaharuan dalam tradisi negara, yang harus dilakukan dengan hati-hati agar tetap menghormati nilai-nilai historis.

Kasus serupa terjadi di negara-negara seperti Singapura dan Malaysia, di mana peran dalam acara-acara nasional terkadang diubah untuk menyesuaikan dengan dinamisitas perpolitik. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam diskusi tentang tradisi nasional juga diharapkan dapat memupuk semangat patriotisme yang lebih terasa.

Setiap perubahan dalam tradisi negara harus dilakukan dengan hati-hati, namun memastikan bahwa spirit kemerdekaan tetap hidup melalui partisipasi yang lebih inklusif. Apakah Anda setuju bahwa perubahan tradisi dapat menjadi langkah maju atau lebih baik tetap menegakkan konvensi yang sudah berlangsung lama?

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan