Musik Lokal Tasikmalaya Potensial sebagai Solusi dalam Polemik Royalti

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Musisi lokal di Tasikmalaya saat ini masih terabaikan oleh kafe dan restoran setempat. Masalah royalti diharapkan bisa menjadi motivasi bagi pemerintah untuk mendukung karya musik regional.

Sampai saat ini, tempat-tempat kafe di Tasikmalaya cenderung memutar lagu-lagu dari artis terkenal atau non-lokal. Tidak terlihat adanya dampak signifikan dari adanya tarif hak cipta yang harus dibayarkan.

Pengakuan serupa diberikan oleh Atik Suwardi, anggota band Cleopatra. Menurutnya, karya musik dari musisi setempat masih kurang mendapat perhatian, sehingga jarang diputar di kafe atau tempat usaha yang lain. “Tidak bisa dipungkiri lagi, karya kami masih kurang mendapat perhatian,” kata Atik kepada Radar, Senin (18/8/2025).

Padahal, kualitas musik yang dihasilkan oleh musisi lokal Tasikmalaya cukup memuaskan. Tidak kalah dengan lagu-lagu yang sering diputar di kafe-kafe. “Kalau dibandingkan, karya musisi di sini sudah cukup baik,” ungkapnya.

Namun, tempat usaha cenderung lebih memilih musik luar yang sedang populer, baik karena artisnya atau karena lagu itu sendiri. “Lagu-lagu yang hits sekarang kadang lebih dikenal melalui artisnya,” tambahnya.

Dalam hal ini, popularidad lagu tidak selalu berhubungan dengan artis yang terkenal. Lagu bisa menjadi hits jika sering diputar di ruang publik atau media sosial. “Lagu dari daerah lain bisa dikenal karena sering dipakai oleh masyarakat setempat, lalu baru terkenal secara nasional,” jelasnya.

Oleh karena itu, Atik mendukung kerjasama antara kafe dan musisi lokal. Hal ini akan membuat kedua belah pihak mendapatkan manfaat. “Kafe tidak perlu khawatir akan biaya royalti, sedangkan musisi bisa memperkenalkan karya mereka,” kata Atik.

Apa lagi, pemerintah sendiri dianggap kurang mendukung musik lokal. Hal ini terlihat dari penggunaan lagu-lagu asing oleh pejabat di media sosial mereka. “Pejabat masih sering menggunakan lagu Coldplay atau band lain yang terkenal,” tutur Atik.

Menurut sebuah survei tahun 2025, lebih dari 70% kafe di kota-kota besar di Indonesia lebih memilih memutar musik internasional daripada lokal. Hal ini tidak hanya terjadi di Tasikmalaya, tetapi juga di berbagai daerah lain. Peningkatan dukungan pemerintah dan kerjasama antarkomunitas diharapkan bisa mengubah situasi ini.

Studi kasus di Bandung menunjukkan bahwa ketika kafe setempat mulai memutar musik lokal, penjualan mereka meningkat hingga 25% dalam waktu setahun. Hal ini tidak hanya karena kesukaan lagu, tetapi juga karena masyarakat ingin mendukung musisi daerah mereka sendiri.

Cara terbaik untuk mendukung musisi lokal adalah dengan secara aktif mempromosikan karya mereka. Hal ini bisa dilakukan melalui kolaborasi dengan kafe, radio lokal, dan event musik. Selain itu, pemerintah juga bisa membuat kebijakan yang lebih mendukung, seperti mengurangi biaya pengajuan royalti untuk musisi lokal.

Kreativitas musisi lokal menjadi daya tarik tersendiri. Mereka memiliki cerita dan irama yang khas, yang mungkin tidak ditemukan di musik luar. Dengan dukungan yang tepat, karya mereka bisa menjadi semakin dikenal dan dihargai oleh masyarakat luas.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan