Di Jakarta, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bernama Yudi Purnomo Harahap mengutip kasus Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI, yang telah dibebaskan dengan kondisi tertentu setelah menjalani hukuman karena kasus korupsi dalam proyek e-KTP di Lapas Sukamiskin. Yudi mendesak adanya peraturan baru yang menghadang narapidana korupsi untuk menerima pembebasan bersyarat.
Yudi menjelaskan bahwa pembebasan bersyarat Setya Novanto terjadi akibat pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 concernant Pemasyarakatan oleh Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, sebelum perubahan peraturan tersebut, hanya bagi narapidana yang menjadi justice collaborator (JC) dan memenuhi syarat tertentu yang dapat memperoleh remisi atau pembebasan bersyarat.
“Sejak PP 99 Tahun 2012 dibatalkan oleh MA, para napi korupsi yang bukan JC pun berhak mendapatkan remisi, termasuk pembebasan bersyarat. Sebelumnya, hanya mereka yang menjadi JC yang bisa kendati harus memiliki surat keterangan resmi dari KPK, polisi, atau jaksa yang menangani kasusnya,” tutur Yudi kepada seorang wartawan, Senin (18/8/2025).
“Lalu, pengadilan bukan salah satu syarat utama untuk menjadi JC. Hal ini juga harus memperoleh pengembalian kerugian keuangan negara,” tambah Yudi.
Selain itu, Yudi mengaitkan kebebasan Setya Novanto dengan pengurangan hukuman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Dia berharap hakim di masa depan tidak memberikan vonis ringan kepada koruptor. “Parajin para hakim tipe tipikor, baik dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung agar menyadari bahwa kasus yang mereka tangani merupakan kejahatan serius. Jika ada pengurangan hukuman atau vonis ringan, itu seharusnya menjadi beban moral bagi mereka,” katanya.
Sementara itu, Rika Aprianti, Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, menjelaskan alasan Setya Novanto mendapatkan pembebasan bersyarat. Dia mengatakan bahwa hukuuman Novanto dikurangi dari 15 menjadi 12,5 tahun berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung. Oleh karena itu, Novanto telah menjalani 2/3 masa hukuman. Rika juga mengungkapkan bahwa permintaan pembebasan bersyarat untuk Novanto telah disetujui oleh sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) pada 10 Agustus 2025. Persetujuan ini diberikan bersama 1.000 usulan program integrasi warga binaan di seluruh Indonesia yang telah memenuhi persyaratan administratif.
Rika juga menambahkan bahwa Novanto telah membayar denda dan uang pengganti. “Sudah membayar Rp 43.738.291.585 pidana Uang Pengganti dengan sisa Rp 5.313.998.118 (subsider 2 bulan 15 hari). Sudah diselesaikan berdasarkan ketetapan dari KPK,” ujarnya.
Setya Novanto dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Pada 2018, ia dijatuhi hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia juga harus membayar uang pengganti sebesar USD 7,3 juta dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dititipkan ke KPK subsider 2 tahun penjara. Selain itu, Novanto juga dikenai hukuman tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani masa pemidanaan.
Pada Juni 2025, MA mengabulkan PK Novanto. Hukuman Novanto dikurangi dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara. Selain mengurangi masa penjara, majelis hakim PK juga mengurangi pidana tambahan Novanto. Hakim PK mengubah hukuman pencabutan hak menduduki jabatan publik Novanto dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun setelah masa pidana selesai. “UP USD 7.300.000 dikompensasi sebesar Rp 5.000.000.000 yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan Terpidana, sisa UP Rp 49.052.289.803 subsider 2 tahun penjara,” kata hakim PK.
Kasus korupsi yang melibatkan figuran publik seperti Setya Novanto mengingatkan kita tentang pentingnya ketegasan hukum dalam mengeksekusi pidana korupsi. Meskipun pengurangan hukuman dan pembebasan bersyarat dapat terjadi,裝たりたびに責任を果たすことができる社会を築くためには、司法当局の責任が問われる。社会の評判を守ることの重要性を強調し、不正に対する懲罰の一貫性を確保することが不可欠である。
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.
Duh, judulnya aja udah bikin dahi berkerut. Emang ya, kalau koruptornya pinter cari celah, kayaknya hukumannya cuma “refreshing” di hotel berbintang aja. Kira-kira nanti ada regulasinya nggak sih yang sekalian bikin mereka kerja bakti bersihin sel penjara sendiri?