Prabowo Menitikberatkan Pasal 33 dalam Sidang MPR Menurut Fraksi PKS

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sidang Tahunan MPR RI pada tahun 2025 merayakan momen signifikan dalam perkembangan negara. Dalam pidatonya, Presiden Prabowo Subianto mengutip secara jelas berbagai pasal dalam UUD 1945 sebagai dasar kebijakan pemerintah.

Jelaskan hal ini, Sekretaris Fraksi PKS MPR RI, Johan Rosihan, seringkali menganggap pidato tersebut sebagai napas segar bagi praktik demokrasi konstitusional di Indonesia. Menurutnya, referensi langsung ke konstitusi oleh kepala negara merupakan langkah jarang yang penting untuk memperkuat integritas pemerintahan.

“Ketika seorang pemimpin negara merujuk Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 terkait efisiensi anggaran, atau mengacu pada pasal-pasal lainnya dalam menjelaskan kebijakan ekonomi kerakyatan, ini menunjukkan eksistensi upaya serius untuk memposisikan konstitusi kembali sebagai acuan utama pemerintahan,” kata Johan dalam pernyataan, Senin (18/8/2025).

Wakil Ketua Badan Penganggaran MPR RI ini menyatakan fenomena ini menunjukkan kesadaran pemerintah tidak hanya membahas program dan pencapaian, tetapi juga landasan hukum dan konstitusi. Ia pun merasa hal ini sebagai tanda positif bahwa pemerintah tidak akan berjalan secara ad-hoc atau berdasarkan kepentingan sementara, melainkan berdasarkan amanat konstitusi yang telah disepakati bersama sejak kemerdekaan.

Johan menggambarkan rujukan konstitusional dalam pidato kenegaraan memiliki peran edukatif penting bagi masyarakat. Selain itu, masyarakat tidak hanya belajar tentang konstitusi secara teoritis, tetapi juga melihat langsung penerapannya dalam pembuatan kebijakan negara. Ia juga mendukung bahwa konstitusi tidak cuma aturan prosedur, tetapi juga panduan nilai dan prinsip yang harus menjadi inspirasi setiap kebijakan.

“Ketika seorang presiden mengutip pasal-pasal konstitusi dengan eksplisit, ini menunjukkan kepada seluruh tataran pemerintahan dan masyarakat bahwa tidak ada kebijakan yang boleh bertentangan dengan konstitusi,” ungkapnya.

Johan menjelaskan adanya kemungkinan efek domino yang bisa timbul di semua tingkat kepemimpinan di Indonesia. Jika pemimpin tertinggi negara menunjukkan komitmen untuk hidup menurut konstitusi, pemimpin lainnya, mulai dari menteri, gubernur, bupati/walikota, hingga kepala desa, seharusnya juga terinspirasi untuk melakukan hal yang sama.

“Gambarkan jika kepala daerah merujuk Pasal 31 saat menyusun kebijakan pendidikan, atau Pasal 28H dalam program layanan kesehatan. Ini akan menguatkan legitimasi kebijakan dan membudidayakan politik berbasis nilai, bukan sekadar kepentingan sesaat,” sagte Johan.

Ia juga mendorong bahwa efek jangka panjang dari budaya kepemimpinan berbasis konstitusi adalah terbentuknya pemimpin yang tidak hanya populer atau karismatik, tetapi juga memiliki integritas konstitusional yang tinggi. Johan menambah bahwa para pemimpin akan terbiasa berpikir dan bertindak sesuai kerangka konstitusi. Dengan demikian, setiap keputusan yang diambil akan selalu sesuai dengan cita-cita bangsa yang tertuang dalam konstitusi.

Namun, Johan menegaskan bahwa rujukan konstitusi dalam pidato harus diimbangi dengan implementasi nyata. Perlu adanya mekanisme pengawasan dan evaluasi yang kuat dari berbagai pihak negara, masyarakat sipil, dan media untuk memastikan kebijakan pemerintah tetap konsisten dengan semangat konstitusi.

“Rujukan konstitusi tidak boleh saja berhenti pada level simbolik. Kita membutuhkan gerakan nasional yang menghidupkan konstitusi dalam semua aspek kehidupan bernegara, mulai dari ruang kabinet hingga musyawarah desa,” tegasnya.

Johan pun seru agar peringatan hari konstitusi tidak hanya dilakukan secara seremonial, tetapi dijadikan momentum untuk meningkatkan kesadaran kolektif tentang pentingnya konstitusi sebagai panduan hidup berbangsa.

“Konstitusi bukan tanda kehormatan sejarah, tetapi alat hidup untuk membangun masa depan. Mari kita hidupkan konstitusi dari istana hingga balai desa.”


Menurut penelitian terbaru, praktik kepemimpinan berbasis konstitusi telah terbukti meningkatkan stabilitas pemerintahan dan memperkuat trust dalam masyarakat. Studi kasus di berbagai negara menunjukkan bahwa ketika pemimpin secara konsisten merujuk ke konstitusi, tingkat kepatuhan warga terhadap hukum juga mengalami kenaikan. Misalnya, negara seperti Jerman dan Kanada yang memiliki tradisi panjang dalam menerapkan prinsip konstitusionalisme, menunjukkan tingkat ketertiban sosial yang lebih tinggi dibanding negara-negara dengan sistem pemerintahan yang tidak konsisten.

Infografis yang menarik dari Lembaga Studi Konstitusi menampakan bahwa 78% warga Indonesia menginginkan pemimpin yang selalu mengutip dan menerapkan konstitusi dalam kebijakan mereka. Hal ini menunjukkan adanya harapan besar masyarakat akan kebijakan pemerintah yang transparan dan berlandaskan hukum.

Semangat konstitusional yang kuat bukan hanya penting dalam politik, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, sebuah desa di Jawa Tengah berhasil mengurangi korupsi dalam pembangunan dengan menerapkan prinsip transparansi yang diambil dari Pasal 31 UUD 1945. Ini menunjukkan bahwa konstitusi bukan sekadar dokumen, tetapi alat yang hidup untuk membangun masyarakat yang adil dan bermartabat.

Dengan memanfaatkan konstitusi sebagai bintang polar, Indonesia bisa menjaga arah pembangunan yang sejajar dengan nilai-nilai demokratis dan berkeadilan. Jangan biarkan konstitusi hanya berlaku di kertas, tetapi hidupkan dalam setiap tindakan dan kebijakan negara, mulai dari tingkat pusat hingga tingkatan terendah. Mari bersama-sama menjaga dan mempertahankan konstitusi sebagai warisan yang berharga untuk kesejahteraan bersama.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan