Pilihan Wanita di Surabaya Terpapar Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sejak 2023

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wanita berusia 32 tahun dengan inisial IGF dinyatakan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dituduh dilakukan oleh suaminya, AAS, berusia 40 tahun, warga Surabaya. Separuh tragedi, perlakuan cruit ini telah dilaporkan berlangsung sejak 2023 until tahun 2025.

Andrian Dimas Prakoso, kuasa hukum korban, menyatakan bahwa kliennya telah menderita kekerasan fisik dan psikis yang tercatat jelas dalam beberapa rekaman CCTV. “IGF (32) mengalami KDRT yang diperkirakan dilakukan oleh suaminya, AAS (40), dan semua bukti tersebut ada. Ada rekaman CCTV yang jelas, mulai dari penamparan, penjambakan, pencekekan, pencakaran, pendorongan, dan semua bentuk kekerasan dilakukan sejak tahun 2023, 2024, bahkan di tahun 2025,” ujar Andrian, Senin (18/8/2025).

Satu momen yang sangat mematahkan hati terjadi pada tahun 2024, saat korban sedang hamil tujuh bulan, dan anak pertama mereka menjadi saksi tidak sengaja dari perlakuan bratal tersebut. “Yang paling memprihatinkan, ada satu insiden di 2024, saat suaminya menampar, mencekek, dan membanting korban yang sedang hamil 7 bulan. Anak pertama mereka pun menjadi saksi,” jelas Andrian.

Pernikahan IGF dan AAS telah berlangsung sejak 2019. Meski awalnya cekcok mereka terdiri dari hal-hal sepele, perlakuan kasar dari suami tersebut terus menggencarkan konflik. “Awalnya cekcoknya hanya biasa saja, tidak ada yang ekstrim. Namun, tabiat kekerasan terus berulang dan menimbulkan kebingungan. Saya sendiri sukar menonton rekaman kekerasan yang dialami korban,” ucap Andrian.

Menurut Andrian, tak semua kasus kekerasan dapat dibuktikan jika tidak ada bukti jelas. Namun, sejak 2023 hingga 2025, beberapa insiden berhasil direkam. “Mereka menikah sejak 2019, jadi kurang lebih selama 6 tahun. Yaitu rekaman kekerasan yang jelas ada pada 2023, 2024, dan 2025. Namun, insiden di luar periode itu mungkin ada, namun tanpa bukti kami tidak bisa membenarkannya,” jelasnya.

Kasus ini sudah dilaporkan ke Polrestabes Surabaya. Ketika video kekerasan diputar di Unit PPA, korban langsung menangis karena trauma yang mendalam. “Korban langsung menangis saat video ditonton. Kami telah koordinasi dengan Unit PPA untuk melakukan pemeriksaan fisik dan psikis. Ada luka fisik, trauma batin, dan luka psikis yang masih dikenakan,” terang Andrian.

Yang menambahkan sedih dalam kasus ini, pelaku dikenal sebagai orang berpendidikan dan bekerja di bank besar di Indonesia. “Sayangnya, pelaku merupakan seorang pegawai dari bank swasta besar di Indonesia,” ucapnya.

Setelah mengalami kekerasan yang terus-menerus, IGF memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya di Mojokerto. “Pasangan ini adalah warga Surabaya menurut KTP. Namun, saat kejadian, korban pulang ke Mojokerto, rumah orang tuanya,” ungkap Andrian.

Pasangan ini memiliki dua anak, yaitu seorang anak berusia 4 tahun dan seorang bayi berusia 15 bulan. Karena kekerasan dilakukan di depan anak-anak, Andrian menyatakan pihaknya akan memohon perlindungan lebih lanjut ke lembaga terkait. “Untuk sementara, kami telah melaporkan kasus ini ke kepolisian. Untuk perlindungan anak, kami akan melapor ke Kementerian Perlindungan Anak, PPA, dan Komnas PA untuk meminta perlindungan lebih lanjut,” pungkasnya.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah isu yang serius yang tidak boleh ditinggalkan. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya bukti jelas dalam upaya hukum dan perlindungan bagi korban. Ada juga pengaruh yang sangat mendalam terhadap anak-anak yang menjadi saksi dari perkara ini. Perjuangan hukum dan perlindungan yang kuat diperlukan untuk memberikan keadilan bagi korban.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan