Empowering Public Participation and Democratic Spaces for Independence

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kehadiran para pengunjung dalam perayaan upacara bendera pada Hari Kemerdekaan di Istana Negara memiliki makna yang mendalam. Tradisi ini, yang dimulai sejak masa Presiden Jokowi, terus dilanjutkan hingga masa kepresidenan Prabowo Subianto. Dalam perayaannya yang pertama, jumlah undangan mencapai rekor dengan 16.000 orang, yang mayoritas merupakan warga biasa.

Eksistensi istana sebagai tempat publik menunjukkan semakin meningkatnya semangat nasionalisme di kalangan masyarakat. Acara 17 Agustus merupakan waktu yang spesial untuk merayakan kedaulatan rakyat yang menjadi landasan berdirinya negara ini. Kehadiran publik juga mengingatkan kita akan esensi demokrasi, yang timbul dari peluang-peluang yang luar biasa yang dialami oleh warga biasa.

Prinsip “ordinary people” seringkali terabaikan dalam pembahasan demokrasi. Meskipun demokrasi dianggap terkait dengan kekuasaan mayoritas, prinsip ini berpotensi membuat mayoritas berubah menjadi tiran yang mengabaikan minoritas. Konflik antara inklusivitas dan dominasi mayoritas menjadi tantangan dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, kappa persatuan dan kedaulatan tidak hanya tentang hasil, tetapi tentang proses — bagaimana masyarakat berpartisipasi dalam diskusi dan pertukaran pemikiran. Terbukanya pikiran dan toleransi menjadi kunci dalam menjaga harmoni meskipun ada perbedaan. Dalam kondisi polarisasi yang berlangsung, upacara kenegaraan berfungsi sebagai ruang bagi kebersamaan, menyingkirkan batas-batas perbedaan. Ribuan warga dari berbagai kalangan berdiri bersatu di Istana Negara, merayakan kebebasan dengan bangga dan membawa pengalaman bersama yang berharga.

Demograsinya bukan hanya tujuan, tetapi salah satu alat untuk mencapai tujuan lebih tinggi, seperti peningkatan kesejahteraan. Untuk memenuhinya, tiga nilai utama harus bekerja bersamaan: kebebasan, kesetaraan, dan keadilan. Masing-masing nilai penting, tetapi tidak cukup jika dipisah-pisahkan. Tanpa kesetaraan, kebebasan bisa menimbulkan ketimpangan; tanpa kebebasan, kesetaraan akan membekukan dinamika; dan tanpa keduanya, keadilan akan kehilangan makna. Filsuf Isaiah Berlin pernah mengingatkan bahwa kebebasan bagi yang kuat seringkali berarti risiko bagi yang lemah. Kebebasan sejati adalah ketika seseorang rela mengorbankan sebagian kebebasannya demi menjaga kebebasan orang lain. Kesetaraan juga harus dipertahankan, karena ketidakadilan timbul ketika orang-orang kuat bersatu melawan yang lemah. Keruntuhan kesejahteraan bisa timbul dari jurang perbedaan ini, seperti terlihat dalam masalah kemiskinan. Menurut Amartya Sen, miskin bukan karena kekurangan harga materi, tetapi karena kekurangan kesempatan untuk berkembang. Santo Ambrosius pun menyorot bahwa keadilan tidak hanya tentang pemberian, tetapi tentang pengembalian hak yang seharusnya dimiliki semua orang. Kesejahteraan dapat dicapai ketika setiap individu memiliki kesempatan untuk mencapai potensinya.

Demokrasi adalah pilihan yang ekstrem, karena dapat membawa hasil baik atau buruk. Teolog Reinhold Niebuhr menyebut, “Kemampuan manusia untuk mencari keadilan membuat demokrasi mungkin, tetapi kecenderungan manusia terhadap kemaksiatan membuat demokrasi menjadi keharusan.” Demokrasi harus mengembangkan potensi baik manusia sambil membatasi kejelekan, dan pemerintahan memiliki peran dalam menjaganya. Keberlangsungan demokrasi bukanlah proses sepihak, melainkan harus dihidupkan oleh warga negara.

Antusiasme masyarakat dalam upacara kemerdekaan ini memberikan harapan bahwa semangat nasionalisme masih kuat. Peluang yang ada adalah mengembangkan partisipasi ini menjadi demokrasi substansial, bukan hanya prosedural, tetapi yang dapat meningkatkan kualitas hidup warga. Pemerintahan telah mewakili hal ini melalui RPJMN 2025-2045, yang mengedepankan demokrasi sebagai salah satu pilar pembangunan Indonesia Emas 2045. Kemajuan bukan hanya perubahan, tetapi harus dapat bertahan. Demokrasi bukanlah hasil akhir, tetapi proses yang terus berlangsung. Ia tidak muncul untuk diri sendiri, tetapi sebagai perwujudan kebebasan, kesetaraan, dan keadilan. Meskipun tidak sempurna, demokrasi tetap menjadi jembatan utama untuk kesejahteraan umum.

Momen-momen seperti perayaan kemerdekaan ini mengingatkan kita bahwa nilai demokrasi bukan hanya kata-kata, tetapi harus dihidupkan setiap hari. Hanya melalui partisipasi aktif dan kesadaran kolektif, kita bisa membangun Indonesia yang lebih adil dan makmur. Setiap individu memiliki peran penting, mulai dari mengikuti upacara kenegaraan hingga mempertahankan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Demi Indonesia yang lebih baik, mari kita terus mendorong perubahan dari jinak sendiri, bukan hanya menunggu perubahan dari atas.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan