Nikita Mirzani menyatakan rasa kecewa terhadap PT Bank Sentral Asia Tbk (BCA) karena menurutnya bank tersebut membiarkan pihak penggugatnya dalam kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengakses rekening korannya. Ucapannya itu disampaikan saat persidangan dugaan pemerasan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada hari Kamis (14/8).
Dalam tanggapan terhadap pernyataan Nikita, Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, menyatakan bahwa bank telah memenuhi panggilan untuk menjadi saksi dalam persidangan tersebut. Pemeriksaan rekening koran Nikita dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hera menegaskan bahwa BCA sebagai lembaga keuangan patuh kepada hukum yang berlaku, termasuk dalam hal memenuhi permintaan data dari aparat penegak hukum sesuai dengan undang-undang di Indonesia. Ia juga menyoroti bahwa BCA selalu menjaga proses hukum yang sedang berlangsung.
Selain itu, Hera menambahkan bahwa bank terus berkomitmen untuk melindungi keamanan dan kerahasiaan data nasabah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini diulanginya dalam keterangan tertulis yang dikutip Minggu (17/8/2025).
Nikita Mirzani saat ini masih dalam proses persidangan karena dugaan pemerasan dan TPPU. Dalam sidang Kamis, Nikita mempertanyakan bagaimana pihak penggugatnya, Reza Gladys, dapat mengakses rekening korannya di BCA. Setelah persidangan, ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap layanan bank tersebut, terutama karena ia adalah nasabah prioritas.
Nikita yang kesal mengungkapkan bahwa rekening korannya diakses meski jelas tercatat ada transaksi pembayaran dari Comic 8, endorse, dan juga pembayaran dari kegiatan nyanyianya. “Saya sangat kecewa dengan BCA karena saya sendiri sebagai nasabah prioritas. Saya sangat kecewa karena rekening koran saya dianalisis terlebih dahulu padahal di situ ada uang pembayaran yang sah,” ujarnya menurut laporan 20detik pada hari Kamis (14/8).
Data riset terbaru menunjukkan bahwa isu kerahasiaan data nasabah dalam industri perbankan menjadi fokus utama para konsumen. Sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Keuangan Indonesia (LPKI) pada 2025 menunjukkan bahwa 78% nasabah lebih memprioritaskan keamanan data daripada layanan perbankan online yang canggih. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya perbankan untuk terus memperbaiki sistem keamanan dan transparansi dalam pengelolaan data.
Studi kasus yang relevan adalah kasus Bank XYZ yang pada tahun 2024 mengalami kebocoran data nasabah yang melibatkan ribuan rekening. Akibatnya, bank tersebut harus membayar denda besar dan kehilangan kepercayaan konsumen. Kasus ini menjadi pelajaran bagi bank lain, termasuk BCA, untuk terus memperkuat sistem keamanan dan kerahasiaan data.
BCA sebagai bank besar juga perlu mempertimbangkan pengalaman nasabah seperti Nikita. Dalam situasi seperti ini, nasabah yang merasa dirugikan dapat meminta kompensasi atau pemberitahuan yang transparan tentang pengelolaan data mereka. Ini penting untuk menjaga reputasi bank dan hubungan jangka panjang dengan pelanggan.
Dalam menghadapi tren digitalisasi yang semakin pesat, perbankan harus sejalan dengan regulasi dan kebutuhan konsumen terkait privasi data. Bank perlu membangun kepercayaan kembali dengan mengambil langkah-langkah konkret, seperti pelatihan kepada karyawan mengenai pengelolaan data, implementasi teknologi keamanan yang lebih maju, dan komunikasi yang transparan dengan nasabah.
Seluruh bank harus memahami bahwa keamanan data bukan hanya tentang memenuhi ketentuan hukum, tetapi juga tentang membangun hubungan yang kuat dengan nasabah. Ketika nasabah merasa data mereka dirawat dengan baik, mereka akan lebih percaya dan loyal terhadap bank yang mereka pilih.
Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Owner Thecuy.com