Australia ubah sikap terhadap Palestina dan dampaknya bagi negara tetangga

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di sidang PBB bulan September mendatang, Australia akan memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina sebagai negara merdeka, menandai momen bersejarah baru. Langkah ini sejalan dengan posisi beberapa negara Asia Tenggara seperti Indonesia.

Namun, perubahan kebijakan tersebut bertolak belakang dengan sikap mayoritas negara-negara Pasifik yang lebih memihak Israel dan Amerika Serikat, didorong oleh faktor bantuan pembangunan dan pertimbangan agama. Bagaimana dampak perubahan sikap Australia terhadap hubungannya dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik?

Indonesia menyatakan dukungan atas keputusan Australia, menyebutnya sebagai tindakan berani. “Kami mengapresiasi langkah strategis Australia dalam mengakui Palestina. Ini mencerminkan keberanian dan keseriusan Australia dalam menjunjung hukum internasional,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, kepada RRI, Selasa lalu.

Sejak deklarasi kemerdekaan Palestina pada 1988, Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam telah mengakui kedaulatannya. Filipina menyusul setahun kemudian sebagai negara keempat di Asia Tenggara yang mengambil sikap serupa. Namun, tidak selalu ada kesepakatan di kawasan ini terkait isu Palestina.

“Ada perbedaan pendapat di antara negara-negara Asia Tenggara, dengan Myanmar dan Laos cenderung tidak terlalu vokal, sementara Malaysia, Indonesia, dan Filipina menjadi pendukung utama,” kata Dr. Muhammad Zulfikar Rakhmat dari Centre of Economic and Law Studies (CELIOS).

Meski aktif memberikan bantuan kemanusiaan, Indonesia dinilai belum mengambil sikap tegas seperti menuntut penghentian genosida oleh Israel.

“Kebijakan luar negeri Indonesia cenderung pragmatis, mengutamakan stabilitas dan kepentingan ekonomi, terutama dengan negara-negara besar di kawasan,” jelasnya.

Negara-negara Asia Tenggara bisa memanfaatkan pengaruh kolektif untuk mendorong sanksi lebih keras terhadap Israel dan memperjuangkan perdamaian, misalnya melalui gerakan boikot internasional.

Malaysia merupakan salah satu pendukung Palestina paling vokal di kawasan, bahkan menolak hubungan diplomatik dengan Israel dan melarang pemegang paspor Israel masuk ke wilayahnya, kata Dr. Mary Ainslie dari University of Nottingham.

Pemimpin Malaysia juga dikenal dekat dengan Hamas, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Barat, termasuk Australia. Setelah serangan Hamas pada Oktober 2023, PM Malaysia Anwar Ibrahim dikabarkan berbicara dengan salah satu petinggi kelompok tersebut.

Vietnam dan Kamboja secara resmi mengakui Palestina meski tidak terlalu vokal, sementara Thailand cenderung netral meski pernah memberikan pengakuan di masa lalu. Dukungan Asia Tenggara terhadap Palestina didasarkan pada prinsip anti-kolonialisme dan HAM.

Namun, negara-negara di kawasan ini enggan terlalu keras mengkritik Israel agar tidak menarik perhatian terhadap catatan HAM mereka sendiri, seperti isu pengungsi Rohingya dan perlakuan terhadap minoritas.

Selain itu, banyak negara Asia Tenggara memiliki hubungan ekonomi dan teknologi tersembunyi dengan Israel dan menghindari intervensi dalam urusan internal negara lain untuk menjaga stabilitas kawasan.

Pengakuan Australia terhadap Palestina bisa memperkuat solidaritas ASEAN atau justru memicu ketegangan, tergantung kepentingan nasional masing-masing negara.

Sementara itu, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura mendukung solusi dua negara tetapi belum mengakui kedaulatan Palestina.

“Pengakuan negara Palestina bersifat formal, sedangkan dukungan solusi dua negara lebih luas, mencakup kerangka perdamaian antara Israel dan Palestina,” jelas Dr. Zulfikar.

Para ahli sepakat bahwa keputusan Australia tidak akan mengubah posisi negara lain.

Di kawasan Pasifik, Papua Nugini, Fiji, Nauru, Palau, Tuvalu, dan Tonga tidak mengakui Palestina. Banyak dari negara ini bergantung pada bantuan AS dan Israel.

Pada Sidang Umum PBB bulan Juni, enam negara Pasifik bergabung dengan AS dan Israel menentang gencatan senjata di Gaza.

Menurut Prof. Derek McDougall dari University of Melbourne, faktor agama turut memengaruhi sikap negara Pasifik. Meski mayoritas penduduk Fiji adalah Pribumi yang umumnya mendukung Palestina, kebanyakan dari mereka adalah Kristen evangelis yang cenderung pro-Israel.

Meski berbeda pandangan dengan negara Pasifik, Sione Tekiteki dari Auckland University of Technology yakin hal itu tidak akan merusak hubungan Australia dengan kawasan tersebut.

“Kebijakan ‘sahabat untuk semua’ di Pasifik membuat negara-negara jarang membiarkan isu konflik jauh memengaruhi hubungan bilateral,” kata Dr. Sione.

Australia tetap menjadi mitra utama Pasifik karena kontribusinya dalam pembangunan. Faktor seperti komitmen iklim, sikap terhadap China, dan keamanan regional dinilai lebih berpengaruh daripada isu Palestina.

“Rekam jejak pemungutan suara di PBB menunjukkan negara Pasifik sering mengambil sikap independen dalam isu Timur Tengah, tidak selalu mengikuti Australia atau Selandia Baru,” kata Dr. Sione.

Australia akan tetap menjadi mitra penting bagi negara-negara Asia Tenggara dan Pasifik, tetapi sikapnya terkait Palestina tidak akan mengubah dinamika hubungan regional secara signifikan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Satu pemikiran pada “Australia ubah sikap terhadap Palestina dan dampaknya bagi negara tetangga”

  1. Wah, Australia berubah haluan soal Palestina? Kirain cuma ganti PM doang, ternyata ganti kebijakan juga. Semoga nggak bikin tetangganya pada ribut, ntar malah kita yang kena imbasnya, kan repot. Gimana menurut kalian dampaknya bakal separah yang diprediksi?

    Balas

Tinggalkan Balasan