Virus Chikungunya kembali menarik perhatian publik menyusul laporan lebih dari 7 ribu kasus yang membutuhkan penanganan medis di China. Di Indonesia sendiri, tren peningkatan penyakit ini telah terlihat sejak awal tahun 2025.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan lonjakan signifikan kasus suspek Chikungunya dalam sembilan minggu pertama 2025 dibanding periode yang sama pada dua tahun sebelumnya. “Terdapat peningkatan tajam kasus suspek dibanding minggu-minggu serupa di 2023 dan 2024,” jelas Kemenkes melalui analisis grafik yang dirilis Selasa (12/8/2025).
Fenomena ini dikaitkan dengan pola musim hujan di Indonesia. “Masyarakat perlu waspada terhadap potensi peningkatan kasus dalam minggu-minggu berikutnya,” tambah laporan tersebut.
Chikungunya merupakan penyakit tropis yang ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Infeksi virus ini dapat menimbulkan berbagai gejala, antara lain demam tinggi, lemas berkepanjangan, serta nyeri sendi dan tulang yang bisa bertahan selama berbulan-bulan hingga tahunan.
Meski gejala umumnya muncul segera setelah infeksi, banyak kasus justru tidak menunjukkan tanda-tanda klinis. Penyakit ini melalui tiga fase: akut, pasca-akut (1-3 bulan), dan kronis (lebih dari 3 bulan). Dampaknya bisa mengurangi kualitas hidup dan produktivitas kerja secara signifikan.
Pencegahan utama adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan untuk meminimalkan tempat berkembang biak nyamuk. Hingga saat ini, belum ada terapi antivirus spesifik untuk Chikungunya. Penanganan terbatas pada perawatan suportif seperti istirahat, rehidrasi, dan pemberian obat pereda nyeri.
Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Saya adalah penulis di thecuy.com, sebuah website yang berfokus membagikan tips keuangan, investasi, dan cara mengelola uang dengan bijak, khususnya untuk pemula yang ingin belajar dari nol.
Melalui thecuy.com, saya ingin membantu pembaca memahami dunia finansial tanpa ribet, dengan bahasa yang sederhana.