Keluarga Sandera Protes Rencana Israel Blokade Gaza, Serukan Mogok Nasional

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Keluarga korban penyanderaan Israel di Gaza menggelorakan seruan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan kabinet keamanan Israel yang berencana memperluas operasi militer dan menguasai Kota Gaza. “Kami menghentikan aktivitas negara demi keselamatan prajurit dan para sandera,” tegas pernyataan keluarga yang disampaikan di Tel Aviv berdasarkan laporan CNN pada Senin (11/8/2025).

Gerakan ini didukung oleh Dewan 7 Oktober, wadah yang menghimpun keluarga anggota militer yang gugur di awal konflik. Aksi mogok direncanakan dimulai dari inisiatif akar rumput dengan melibatkan sektor swasta dan masyarakat umum yang akan menghentikan kegiatan ekonomi setiap Minggu. Dalam hitungan jam, dewan tersebut melaporkan “ratusan perusahaan” dan “ribuan warga” telah menyatakan kesiapan berpartisipasi.

Meski demikian, Histadrut, serikat pekerja terbesar Israel, belum memberikan komitmen resmi. Keluarga korban dijadwalkan bertemu dengan Ketua Histadrut Arnon Bar-David guna mendorong keterlibatan organisasi tersebut. Anat Angrest, ibu dari Matan yang masih ditahan di Gaza, berpidato lantang meminta dukungan para pemimpin industri: “Diam kalian membunuh anak-anak kami. Saya tahu kalian berduka, tapi itu tak cukup. Kekuatan ada di tangan kalian.”

Histadrut sebelumnya pernah memobilisasi mogok massal pada 2024 menyusul tewasnya enam sandera Israel oleh Hamas. Aksi kala itu melumpuhkan sektor transportasi, perbankan, dan layanan kesehatan, sebelum dihentikan pemerintah melalui keputusan pengadilan ketenagakerjaan.

Di kubu oposisi, politisi seperti Yair Lapid menyatakan dukungan: “Seruan mogok ini sah dan perlu.” Sementara Yair Golan dari Partai Demokrat mengajak masyarakat “yang menghargai nyawa dan solidaritas” untuk turun ke jalan.

Kebijakan kontroversial Israel untuk menduduki Gaza mendapat kecaman dari keluarga 50 sandera yang tersisa, dengan 20 di antaranya diperkirakan masih hidup. Mereka menilai operasi militer baru justru mengancam keselamatan tahanan. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membantah kritik tersebut dalam konferensi pers, menyebut langkah ini sebagai “solusi tercepat untuk mengakhiri perang dan menghancurkan Hamas.”

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan